SAYA MENCINTAI SOSOK WANITA SEPERTI IBU SAYA :)

Minggu, 30 Oktober 2011

Semua Untuk Ibu


Namun, ada sisi keceriaan lain di bulan ini. Keceriaan yang mengekspresikan sebuah perasaan yang mendalam. Hari dimana ungkapan sayang yang jarang terdengar dari seorang anak diungkapkan pada hari tersebut. Hari tersebut adalah hari ibu.

Ibu, satu tokoh yang akan terus menjadi peran utama dalam kisah hidup setiap manusia di dunia. Tokoh yang menorehkan banyak warna di sepanjang hidupnya bagi putra-putrinya. Seringkali keasyikannya menorehkan warna membuat dirinya kelelahan. Namun, kata lelah pun tidak pernah engkau tunjukkan. Kata tersebut akhirnya diganti dengan senyuman bahagia karena berhasil memberikan gradasi warna indah bagi putra-putrinya.


Ibu, kami tahu begitu banyak waktumu tercurah untuk memikirkan goresan warna apa yang akan diberikan untuk kami. Ketika kami belum lahir, engkau sudah memulai memikirkan warna apa yang akan kau berikan untuk kami. Semenjak kau tahu akan menjadi ibu, setiap harinya kau rela menuju pasar pagi-pagi untuk mendapatkan sayur, daging, ikan, dan buah-buahan dengan kualitas terbaik. Katamu,” ini untukmu anakku”.

Lalu ketika pada akhirnya kami diberikan kesempatan oleh Tuhan untuk bertemu dan mendampingimu, segala daya upaya agar kami mendapatkan yang terbaik, engkau lakukan tanpa henti. Setiap malam, kau rela tak tertidur, hanya untuk memastikan tidak ada nyamuk yang menggigit tubuh mungil ini. Belum lagi, ketika kami mulai masuk sekolah, kau dengan sigapnya memasakkan sarapan dan mengantarkan kami ke sekolah.

Ketika kuliah, engkau dengan tegar dan kuatnya berjibaku dengan ribuan manusia di luar sana hanya untuk membiayai kuliah dan tersenyum bahagia melihat nama anaknya diikuti dengan gelar sarjana.
Namun, goresan warna tersebut kini luntur. Ibu menangis. Ada yang bertutur anaknya meninggalkannya di panti jompo ketika dia memasuki usia senja.

Lalu, adapula yang sedang menahan tangis ketika melihat anaknya berjuang melawan sakaw di panti rehabilitasi. Tidak sedikit pula, ada yang berjuang melawan tajamnya omongan orang karena anaknya mengandung di luar nikah. Di luar sana, bahkan ada ibu yang menangis karena disiksa oleh majikannya, parahnya anaknya di sini asyik bermain dan menghabiskan uang dengan santainya.

Maafkan kami, Ibu.
Kami ingin kau berhenti menangis, Ibu. Tahukah kau ibu, kami belajar keras untuk mendapatkan peringkat baik di kelas. Lalu, ketika kami memberikan sisa uang jajan kami ke pengemis di jalanan.

Setelah itu, kami belajar cara berdoa setiap malam. Di lain kesempatan, kami juga menahan rasa marah dan sedih ketika engkau dihina karena perkerjaanmu. Ini semua untukmu, Ibu. Walaupun tidak seberapa, namun kami ingin engkau tersenyum kembali. Setidaknya, Tuhan memberikan catatan amal untuk bekalmu ke suga nanti.

Kini, anakmu sudah dewasa. Kami ingat betul, ketika engkau mengucap syukur tiada henti karena anakmu diterima di perguruan tinggi terbaik di negeri ini. Walaupun kami tahu, kepalamu pening memikirkan biaya setelahnya.

“Belajar yang rajin ya, nak. Biar jadi sarjana, gak bodoh kaya ibu”, kata itu yang kau berikan untuk mengatarkan kami masuk ke gerbang pendidikan yang lebih tinggi itu.

Lalu, setelahnya kami tahu kau tak kunjung henti berdoa. Alhasil, prestasi dan beasiswa kami dapatkan. Ini untukmu, Ibu. Berkat doamu, kami sekarang berada di tempat ini, bertemu dengan orang pintar dan hebat. Sosok-sosok yang memberikanmu inspirasi untuk mendoakan kami agar menjadi seperti mereka.

Terima kasih, ibu. Kami berjanji tidak akan membiarkan goresan warna yang kau torehkan luntur. Kami akan melakukan apapun untuk menjaganya karena hanya ini yang dapat kami lakukan untukmu, Ibu.
“Selamat Hari Ibu”

0 komentar:

Posting Komentar